Freelance: Job vs. Career

Frase handalnya mas Rene mungkin bisa jadi titik awal refleksi ini, yang saya rasa banyak orang sudah tahu dan setuju. Your job is not your career. Pekerjaan Anda bukan karir Anda. Benarkah?

Siang ini, setelah pikiran ini diendapkan beberapa saat, dia lompat keluar lewat jemari saya di Twitter.

Buat saya, ini ungkapan hati yang sebenarnya. Setelah kerja freelance seumur jagung, sejak jaman kuliah dan lanjut lagi baru-baru ini, inilah yang terus muncul di pikiran saya. Saya punya pekerjaan, tapi tidak lagi punya karir. Pemasukan sih ada, tapi pencapaian (yang terstruktur) dan peningkatan-peningkatan (yang terstruktur) jadi tidak ada lagi.

Banyak yang tidak setuju dengan pendapat ini, termasuk mbak Sofi dan temannya teman yang namanya Iriel. Alasan tidak setujunya beda-beda, dan sama valid dan menariknya.

Menarik ya? Memang sih, mungkin beberapa pertimbangan untuk memilih berkarir (di kantor, perusahaan, dll.) adalah karena ada kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dan kemampuan, memperluas network, dan untuk mendapatkan apresiasi dalam bentuk yang konkrit – misalnya jabatan, gaji, tanggung jawab.

Sementara, kalau bekerja sebagai freelancer justru kita sendiri yang harus punya niat untuk mau mengembangkan kapasitas dan kemampuan, instead of hanya mengandalkan kemampuan yang sekarang kita miliki. Harus kita sendiri yang mencari dan mengembangkan networknya. Dan, yang jelas, rasanya nggak ada kenaikan jabatan kalau kerja jadi freelancer. Karena itu saya jadi bertanya, kalau jadi freelance, lantas karirnya apa?

Mungkin buka usaha sendiri, jadi pengusaha. That’s a great way to go. Mungkin kalau kerjaan sudah banyak, hire orang lain untuk membantu pekerjaan kita – that’s a way towards enterpreneurship. Tapi, bukan itu kan, karirnya freelance? For one, saya tahu saya sekarang bisa memberi “jabatan” apapun buat diri saya sendiri. “Social Media Strategist”. “Social Media Consultant”. Tapi nggak mungkin kan, kalau 6 bulan lagi saya lantas memberi “jabatan” baru buat saya sebagai “Senior Social Media Strategist”? Who’s my junior anyway?!

Lalu, di tengah-tengah diskusi batin itu Iriel menjawab:

Why so serious thinking about career path? You already made it!

Dan, diskusi batin itu pun berhenti. Kenapa harus serius beneeerr mempertanyakan tentang hal ini? Kenapa harus pusing soal jenjang karir dan karir? Karena toh sebenarnya apapun yang kita kerjakan sekarang sudah berada di “jalan yang benar” kan? Terlepas dari apakah nanti kita sendiri yang akan menyadari bahwa “jalan yang benar” ini ternyata tidak terlalu benar-benar amat….

So, why so serious? Your job is not your career. But whatever you do happily, that’s already your career path.

9 thoughts on “Freelance: Job vs. Career

  1. hai nena..ini Gadis…diskusi ini menarik sekali;D jadi ceritanya lo sudah menetapkan pilihan buat jadi social media strategist..???

    btw, iriel is one of the guy who’s plunged into d social media, especially when he started his job in multiply..tapi ya gitu, menurut gue freelance bagi dia tu lebih kek nafas…jadi dia nikmatin aja..buat dia, dia lah yg dicari orang dan gak perlu dia cari klien…

    hehehe

    1. hehe, well, so far sih kerjaan ini yang paling gue nikmati.. I like it, I enjoy it, dan sejauh ini lancar… Jadi, I’m gonna stick to that for the time being.. Iya, gue lihat di Twitter profile-nya dia. Emang enak sih jadi freelancer, jadi punya waktu buat diri sendiri tapi otak tetep kepake, hehe.. Loe sendiri gimana? sibuk apa?

  2. Hehehe, Freelancer itu asyik juga loh. Saya 2 tahun lebih pernah jadi freelancer. Ini ngasih pengalaman yang asyik. Soal karir, ehhmmm kita sendiri kok yang nyiptain. Toh, ada juga pengepul sampah organik dan sekarang dia sudah memiliki lahan pengolahan kompos dan pupuk organik. It’s all about the meaning of life 🙂

Leave a comment